Pembangunan perkotaan pada dasarnya merupakan pembangunan lintas sektor, dengan demikian untuk mencapai hasil yang optimal maka pelaksanaan pembangunan perkotaan di Indonesia harus dilaksanakan secara terencana dan terpadu.
Untuk mendukung pelaksanaan pembangunan perkotaan yang terencana dan terpadu, sejalan dengan GBHN dan Repelita IV maka Menteri Negara PPN/Ketua BAPPENAS pada tanggal 11 April 1987 mengeluarkan ‘Kebijaksanaan Pembangunan Perkotaan di Indonesia’. Kebijaksanaan tersebut berasaskan kepada semangat (a) desentralisasi dan atau dekonsentrasi fungsi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana perkotaan, (b) keterpaduan pelaksanaan program-program fisik, (c) keterpaduan sumber-sumber pembiayaan pembangunan.
Kebijaksanaan tersebut dilaksanakan melalui penyusunan ‘Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu (P3KT)’ dan pembentukan ‘Tim Koordinasi Pembangunan Perkotaan (TKPP)’. P3KT merupakan program pembangunan prasarana dan sarana perkotaan yang disusun secara lintas sektor dan terpadu yang terdiri dari sektor jalan kota, air bersih, air limbah, pengendalian banjir, persampahan, drainase, dan perbaikan kampung; sedangkan TKPP merupakan wadah atau institusi antar departemen yang bertugas untuk mengkoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perkotaan sesuai dengan 3 asas di atas serta secara terus menerus melakukan review dan revisi kebijaksanaan pembangunan perkotaan.
Institusi TKPP yang merupakan institusi antar departemen telah mengalami dua kali perubahan, yaitu :
Secara garis besar kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka koordinasi pembangunan perkotaan adalah sebagai berikut:
Pada tahun 1996 telah disusun konsep ‘Kebijaksanaan Pembangunan Perkotaan di Indonesia dalam PJP-II’. Konsep ini juga dikenal sebagai ‘Urban Policy Action Plan (UPAP)’. Konsep ini memuat antara lain tujuan, arahan, dan sasaran kebijaksanaan pembangunan perkotaan pada PJP-II serta program dan prioritas pembangunan perkotaan dalam setiap tahapan Repelita (saat ini baru memuat Repelita VI).